Selasa, 28 April 2009

Dari Hobi Mendapat Rejeki



Lima tahun silam, Ari sibuk memutar otak dengan hobinya menindik tubuhnya dan melihat orang lain senang dengan menindik anggota tubuhnya. Dengan modal itu dia memberanikan diri untuk membuka counter tindik yang berada di Malioboro.

Oleh : Mikhael Resi Tripamungkas (153070220)

“Tukang Tindik” yang bernama Ari ini berasal dari Bali. Dia hijrah ke Jogja semenjak dia kuliah di ISI Bantul. Memiliki darah seni yang kental. Ari pun memiliki banyak tindik maupun persing, bahkan tato. Kuliah yang terhambat karena biaya dan harus membiayai anak yang lahir Ida (istrinya) membuat dia nekat untuk membuka counter tindik kecil – kecilan di malioboro karena melihat banyak orang yang mamilki bobi yang sama dengan dia yaitu menindik anggota tubuh. Dia memutuskan untuk menetap di jogja. “Aku dan Ida dipertemukan di Kota ini, dan kami pun tidak ingin meninggalkan kota yang mempertemukan kami” katanya.
Ari tinggal bersama Ida dan Fadri (anaaknya yang masih berumur 4 tahun) disebuah kontrakan Di daerah dekat UNY. Ia bersama keluarga kecilnya tersebut telah mengontrak selama Ari mangais nafkah menjadi “tukang tindik” tersebut. Setiap hari pria yang kini berusia 32 tahun ini menunggu di balik lemari yang penuh dengan anting – anting, jarum, dan alat tindik lainnya untuk menunggu para pengunjung malioboro yang akan menindik di tempatnya..
Itulah yang dikerjakan Ari dari hari ke hari sejak tahun 2004-an. Keyakinan untuk mendirikan counter tersebut tumbuh karena melihat banyaknya minat dari banyaknya orang yang ingin menindik tubuhnya, bukan hany wanita tapi pria pun banyak yang datang ke counternya untuk untuk menindik anggota tubuhnya.
“aku juga ngga ada belajar – belajar untuk tindik, aku belajar dari pengalaman selama aku bolak – balik pasang tindik. Misalakan mau belajar juga mahal” ujarnya.
Dari banyaknya pasien yang dating untuk tindik maupun persing, membuat dia lupa akan banyaknya pengunjung yang dating untuk membolongi kuping, hidung, bibir, maupun pelipisnya.
Saat sebagian counter tindikan lain gulung tikar karena adanya isu tentang jarum yang digunakan untuk menindik dapat mengekibatkan aids, counter miliknya masih dapat terus buka. “aku yakin jarum yang aku pakai ngga mengakibatkan aids. Karena selama ini pelanggan yang dating ke counterku ngga ada yang ngeluh kena aids” katanya.
Bagi Ari, setiap orang yang datang untuk tindik di counternya membawa kebahagian tersendiri baginya., karena setiap orang yang datang ke counternya untuk menindik anggota tubuhnya ia dapat menilai bahwa banyak pula orang yang mempunyai hobi yang sama denagn dia, yaitu menindik tubuhnya. Selain itu dia pun dapat memberikan uang yang ia peroleh bagi istri dan satu anaknya.
Harga yang Ari tawarkan kepada pelanggan beragam, tergantung dari besar kecilnya tindikan yang yang diinginkan oleh orang tersebut, ataupun dari bahan anting atau persing yang akan digunakan oleh orang tersebut.

Semangat Suratman pedagang mie ayam

Sudah 8 tahun Pak Suratman mencari nafkah di Malioboro. Berbagai hal buruk dialami nya tidak pernah mematahkan semangatnya. Dan kini mimpinya mungkin sebagian orang sangatlah sederhana terwujud.” Kalau untuk keluarga apa saja yang bisa saya lakukan saya kerjakan”, ujarnya.

Oleh : Dwi Prastio Sulistianto (153070236)

Suratman tinggal berdua disebuah kamar kos di daerah malioboro. Ia meninggalkan anak dan istrinya di Gunung Kidul untuk mencari nafkah di jogja. Setiap hari pria yang kini berusia 28 tahun ini berdagang mie ayam. Sekalian untuk mencari penghasilan awal. Suratman berangkat bekerja dari jam 6 pagi hingga jam 3 sore, selanjutnya digantikan oleh teman kerjanya.
Dari 80 mangkok tiap harinya, bisa terjual 60 sampai 70 mangkok pada hari biasa. Tetapi bisa lebih banyak lagi pada hari libur. Penghasilannya tidak tetap. Pada hari biasanya ia dapat mengantongi uang Rp.150.000 dan bisa mencapai Rp.300.000 saat hari libur. Penghasilan tersebut dibagi dua dengan teman sekerjanya.
Setiap 10 hari sekali Suratman biasanya pulang ke Gunung Kidul untuk menemui keluarganya. Orang tua beserta anak dan istrinya tinggal bersama disana. Di kampungnya Suratman cukup dikenal. Berkat bantuan Suratman, tidak sedikit pemuda didesanya yang kini telah bekerja di jogja. Bahkan beberapa diantaranya kini dapat hidup dengan baik.
Semangat suratman yang pantang menyerah patut kita tiru. Tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri. Suratman dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Hingga kini Suratman masih sering terlihat di malioboro.

Rabu, 01 April 2009

HARDNEWS & SOFTNEWS YUDA

HARDNEWS
Bantul Cerminkan Tertib Kampanye

Kepolisian Polres Bantul kini mulai betindak tegas bagi para pelaku tindak anarkis kampanye. Kapolres mengultimatum seluruh jajaranya untuk tidak pandang bulu dalam mengamankan jalanya pemilu 2009.
Seperti yang ditegaskan Kapolresta Bantul Stephen M Napium SIK.,M Hum dalam wawancara Jogja TV,”Kami akan bertindak tegas bagi para pelaku kampanye terbuka yang tidak mematuhi tata tertib lalulintas, demi tercapainya pemilu tertib dan aman.”

Kedatangan Ibu Megawati (PDIP) ke Trirenggo, Bantul (21/03) seperti biasa diperkirakan berlangsung anarkis. Karena tahun-tahun sebelumnya kota Bantul menjadi biang kericuhan Pemilu. Sehingga para peserta kampanye terbuka banyak yang melanggar tatatertib lalu lintas yang ada.

Penegasan Kapolres Bantul tidak main-main. Peserta kampanye partai PDIP yang tidak mentaati tatatertib lalulintas terjaring. Kepanyakan dari mereka tidak mengenakan helm, serta menggunakan kendaraan motor yang di blombong.
“Kampanye di kota Bantul saat ini lebih ketat dari tahun sebelumnya”. Banyak peserta kampanye yang tidak menduga adanya tilang bagi para pelanggar tatatertib lalulintas, sehingga banyak peserta kampanye PDIP terjaring polisi.” Ujar Giono salah satu peserta kampanye PDIP yang terkena razia polisi karena mengenakan sepeda motor yang diblombong.

Kini Bantul semaksimal mungkin ciptakan pemilu tertib dan damai, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

SOFTNEWS
LARIS MANIS
Manfaatkan Momen 5 Tahunan

Pesta demokrasi telah tiba. Kampanye terbuka menjadi bagian wajib bagi partai politik untuk mensukseskan tujuan pemilu. Tidak lengkap rasanya bila kampanye partai tidak menyuguhkan hiburan yang menyegarkan. Kebanyakan dari mereka mengambil inisiatif dengan menyuguhkan hiburan berupa tarian-tarian penyanyi dangdut. Ini bukan semata kemauan partai politik itu sendiri tetapi permintaan dari peserta kampanye.

Para penyanyi dangdut yang pada hari biasa sepi job manggung kini mulai dibanjiri pekerjaan guna menyaguhi permintaan partai-partai politik.
Selain itu semakin banyaknya partai politik, menjadi berkah tersendiri bagi penyanyi karena semakin banyak pula permintaan untuk manggung.

Dalam pesta demokrasi ini mereka dapat mengais untung yang sangat banyak. Seperti rejeki yang tidak diduga-duga mereka memanfaatkan dengan baik momen tersebut karena PEMILU berlangsung setiap lima tahun sekali.

ARIF YUDA PRASETYA / 153070217