Selasa, 05 Mei 2009

Percaturan Capres SBY-Kalla

Perceraian politik SBY-Kalla jika benar-benar terjadi secara otomatis akan mengubah peta koalisi Pemilihan Presiden 2009. Perubahan itu terkait kesiapan Jusuf Kalla untuk maju sebagai calon presiden (capres) dari Partai Golkar.
Seberapa jauh tingkat kemungkinan peta koalisi menjelang Pemilu Legislatif dan Presiden 2009?
Kesiapan Kalla sebagai capres Partai Golkar akan membuka persaingan politik internal Golkar. Sejumlah kader Golkar sebelumnya telah mewacanakan hal itu. Majunya Sri Sultan Hamengku Buwono X yang diusung SOKSI, salah satu organisasi onderbouw Golkar misalnya, tentu akan meramaikan pertarungan tiket capres.
Demikian pula, gagasan konvensi ala Akbar Tandjung, yang sebelumnya direspons keras oleh Jusuf Kalla, tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan kembali. Kemungkinan itu terkait belum finalnya Kalla sebagai capres Golkar karena masih menunggu Musyawarah Nasional Partai Golkar.
Apalagi adanya dua calon yang berasal dari partai yang sama, yang juga memiliki tingkat dukungan besar di kalangan kader Golkar. Bisa jadi, konvensi akan dilakukan meski sejak awal Kalla tidak menyetujui.
Dari segi dinamika internal partai, kesiapan Kalla menjadi capres dapat berdampak positif dan negatif. Positif bila suara kader Golkar di Jakarta dan daerah mendukung pencalonan itu. Sekaligus dapat menjadi momentum bagi konsolidasi partai yang selama ini kehilangan spirit politics karena merasa bimbang.
Pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Ahmad Mubarok dianggap berkah oleh sebagian elite Golkar karena diyakini dapat mengembalikan semangat politik kader partai beringin. Bagi Partai Demokrat, tentu itu keselo politik karena Partai Demokrat masih menghendaki mengusung pasangan SBY-Kalla.
Apalagi, dari berbagai survei politik dari lembaga survei tentang sosok presiden 2009, pasangan SBY-Kalla masih unggul jika dibandingkan dengan pasangan lain, termasuk pasangan Mega-Sri Sultan.
Negatif bila ada perpecahan di dalam terkait kebuntuan mekanisme dalam penentuan seorang calon presiden yang dianggap adil dan fair. Pengalaman Pilpres 2004, meski Golkar menggelar konvensi yang relatif paling adil bagi para kandidat, toh Kalla tidak patuh dan menyempal. Dia berpasangan dengan SBY.
Apalagi, Sri Sultan tidak mungkin dibendung lagi untuk terus maju sebagai capres meski tidak diusung Golkar. Bagaimanapun Sri Sultan tetap merupakan tokoh yang diperhitungan di dalam Golkar maupun di luar Golkar. Karena itu, keberadaan Sri Sultan dalam percaturan capres Golkar dapat menjadi batu sandungan bagi Kalla.
Pertarungan politik justru akan semakin sengit jika suara Golkar turun, tidak menjadi pemenang Pemilu Legislatif 2009. Legitimasi politik Kalla sangat ditentukan seberapa jauh Kalla dapat mengembalikan supremasi politik Golkar dalam pemilu.


Ichwan Nurrohman Hardianto
153070234

Tidak ada komentar:

Posting Komentar